“Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud. Shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur separuh malam, dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya. Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Tidak ada puasa yang lebih afdhol dari puasa Daud. Puasa Daud berarti sudah berpuasa separuh tahun karena sehari berpuasa dan sehari tidak berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, langsung timbul keinginan untuk 'mengupragde' puasa sunnah senin-kamis yang sudah beberapa tahun ini dijalani, menjadi puasa Daud. Karena selain puasa sunnah yang paling afdhol dikerjakan, juga merupakan puasa sunnah yang paling disukai Allah. Akhirnya setahun ini mulai melatih diri untuk berpuasa Daud walau pada awalnya memang terasa berat karena sehari puasa besoknya tidak lalu berpuasa lagi, tapi insya Allah semakin lama akan semakin terbiasa.
Walaupun puasa Daud merupakan puasa sunnah paling afdhol yang bisa dilakukan, hendaknya disesuaikan juga dengan keadaan si yang berpuasa. Jika si yang berpuasa orang yang sangat sibuk, atau mempunyai masalah kesehatan sehingga tidak bisa berpuasa terlalu banyak, atau memang merasa tidak mampu melakukannya, maka sebaiknya melakukan puasa sunnah yang lainnya. Jangan terlalu memaksakan diri karena masih banyak ibadah lainnya yang harus kita lakukan selain berpuasa.
Seperti yang diterangkan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin mengatakan, “Puasa Daud sebaiknya hanya dilakukan oleh orang yang mampu dan tidak merasa sulit ketika melakukannya. Jangan sampai ia melakukan puasa ini sampai membuatnya meninggalkan amalan yang disyari’atkan lainnya. Begitu pula jangan sampai puasa ini membuatnya terhalangi untuk belajar ilmu agama. Karena ingat, di samping puasa ini masih ada ibadah lainnya yang mesti dilakukan. Jika banyak melakukan puasa malah membuat jadi lemas, maka sudah sepantasnya tidak memperbanyak puasa".
Untuk itu, ada beberapa puasa sunnah yang bisa kita lakukan sesuai kemampuan kita sehingga amalan-amalan sunnah kita tidak mengganggu amalan-amalan lainnya karena memaksakan diri untuk menjalankannya padahal keadaan diri tidaklah mampu. Jika semisalnya kita tidak mampu untuk menjalankan puasa daud, maka lakukanlah puasa senin-kamis. Akan tetapi jika tidak mampu juga melakukan puasa senin kamis, maka lakukanlah puasa Ayyamul Bidl yaitu berpuasa 3 hari dalam sebulan disetiap tanggal 13,14,15
Selain tiga puasa sunnah tersebut, masih ada beberapa puasa-puasa sunnah lainnya yang sangat sayang jika dilewatkan:
1. Puasa di Bulan Sya’ban
Aisyah ra mengatakan,“Rasulullah tidak biasa berpuasa pada satu
bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Rasulullah biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Yang dimaksud di sini adalah berpuasa pada mayoritas harinya (bukan
seluruh harinya) sebagaimana diterangkan oleh Az Zain ibnul
Munir. Para ulama berkata bahwa Rasullullah
tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan
agar tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib.
2. Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di
bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim)
3. Puasa di Awal Dzulhijjah
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi
amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama
bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan
Allah?" Nabi shallallahu‘alaihi wasallam menjawab: "Tidak pula jihad
di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan
hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Abu Daud,
At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja,
tidak terbatas pada amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa
shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan sholih lainnya. Di
antara amalan yang dianjurkan di awal Dzulhijah adalah amalan puasa.
Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Rasulullah mengatakan,
“Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan
hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga
hari setiap bulannya ...” (HR. Abu Daud).
4. Puasa Arafah
Puasa ‘Arofah ini dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata,
“Rasullullah ditanya mengenai keutamaan puasa
‘Arofah? Beliau menjawab, ”Puasa‘Arafah akan menghapus dosa setahun
yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai
keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan
menghapus dosa setahun yang lalu” (HR. Muslim).
Sedangkan untuk orang yang berhaji tidak dianjurkan melaksanakan puasa ‘Arofah. Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,
“Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam tidak berpuasa ketika di Arofah.
Ketika itu beliau disuguhkan minuman susu, beliau pun meminumnya.” (HR.
Tirmidzi).
5. Puasa Asyura
Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada
bulan Allah - Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah
shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim)
Puasa ‘Asyura dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram. Namun
Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bertekad di akhir umurnya untuk
melaksanakan puasa ‘Asyura tidak bersendirian, namun diikutsertakan
dengan puasa pada hari sebelumnya (9 Muharram). Tujuannya adalah untuk
menyelisihi puasa ‘Asyura yang dilakukan oleh Ahlul Kitab.
Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum
muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,
“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan
Nashrani.” Lantas beliau mengatakan, “Apabila tiba tahun depan, insya
Allah kita akan berpuasa pula pada hari
kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan, “Belum sampai tahun depan, Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR.
Muslim).
Ketentuan dalam Melakukan Puasa Sunnah
Pertama: Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar
jika belum makan, minum dan selama tidak melakukan hal-hal yang
membatalkan puasa. Berbeda dengan puasa wajib maka niatnya harus
dilakukan sebelum fajar.
Dari Aisyah ra, berkata, “Pada suatu hari, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menemuiku dan
bertanya, "Apakah kamu mempunyai makanan?" Kami menjawab, "Tidak ada."
Beliau berkata, "Kalau begitu, saya akan berpuasa." Kemudian beliau
datang lagi pada hari yang lain dan kami berkata, "Wahai Rasulullah,
kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang terbuat dari kura,
samin dan keju)." Maka beliau pun berkata, "Bawalah kemari,
sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa." (HR. Muslim).
An Nawawi memberi judul dalam Shahih Muslim, "Bolehnya melakukan
puasa sunnah dengan niat di siang hari sebelum waktu zawal (bergesernya
matahari ke barat) dan bolehnya membatalkan puasa sunnah meskipun
tanpa udzur.”
Kedua: Boleh menyempurnakan atau membatalkan puasa
sunnah. Dalilnya adalah hadits Aisyah diatas. Puasa sunnah merupakan
pilihan bagi seseorang ketika ia ingin memulainya, begitu pula ketika
ia ingin meneruskan puasanya. Inilah pendapat dari sekelompok sahabat,
pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya. Akan tetapi mereka semua,
termasuk juga Imam Asy Syafi’i bersepakat bahwa disunnahkan untuk tetap
menyempurnakan puasa tersebut
Ketiga: Seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah
sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan seizin suaminya. Dari Abu
Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada kecuali dengan seizinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)