Hmmm,,, cinta itu memang sebuah misteri.
Kita ga bisa mengatur, kapan ia akan datang dan kapan ia pergi dan kemudian datang lagi menghampiri dengan kisah yang baru. Bahkan, cinta yang tumbuh kepada seseorang yang awalnya bukan sesosok spesial untuk kita, lalu,,, CTEK,,, seolah dengan jentikan jari, kisah itupun di mulai
Seberkas bibit cinta pun jatuh ke bumi. Bibit cinta itu merupakan bibit yang di ciptakan Tuhan sebagai salah satu bibit yang paling kuat untuk bertahan hidup di bumi ini. Jika ia tumbuh di pasir, maka menjadilah ia sbuah kaktus yang bisa bertahan hidup tanpa adanya air. Jika ia jatuh di batu, maka tumbuhlah ia menjadi lumut yang akan membungkus batu itu. Dan kali ini, bibit cinta itupun tumbuh sebagai sebuah jamur yang hidup ditempat yang gelap dan lembab di sebuah batang kayu tua yang sudah lama mati dan lapuk.
Seiring dengan waktu, sang jamur mulai mengenali lingkungan sekelilingnya. Setiap hari, dia melihat seberkas cahaya yang jatuh tak jauh darinya. Cahaya itu hanya berjarak beberapa centi dari tempat ia berada. Walaupun begitu, cahaya itu tidak pernah menyapanya. bahkan sekedar mengetahui keberadaannya.
"Cahaya apakah itu? begitu indah dan begitu jernih."
"Itu adalah cahaya sang matahari, wahai jamur." Kata bunga teratai yang tumbuh di rawa-rawa. Bunga teratai, adalah kawan baik sang jamur. Dan sang jamur pun mengagumi keindahan dan kecantikan sang bunga teratai. Walaupun ia tumbuh di air yang kotor dan penuh lumut seperti ini, tetapi ia bisa mekar menjadi bunga yang indah.
"Siapakah matahari itu?" tanya sang jamur
"Oh,,, dia adalah teman baikku. Walau kami hanya bisa berjumpa di saat siang hari saja, karena hanya di siang hari, sinarnya jatuh tepat menyapaku. Tetapi ia sangat baik, membantuku untuk mengolah makanan di tubuhku dengan sinarnya. Begitu pula dengan semua tumbuhan di bumi ini. Mereka memerlukan matahari untuk dapat mengolah makanan didalam tubuh mereka dengan bantuan sinar matahari. Bukankah ia sangat baik?" Celoteh sang bunga teratai panjang lebar.
"Ah,, kalau begitu, kenapa aku bisa tetap hidup dan memperoleh makanan tanpa sinar matahari? Selama ini aku tidak pernah merasakan sinarnya sedari aku tumbuh di pohon tua ini."
"Itu karena kau sebuah jamur. Jamur tanpa sinar mataharipun bisa hidup. Kau tidak membutuhkannya." Ujar si teratai. Kemudian ucapannya terhenti, tatkala sinar matahari jatuh menyapa si teratai dengan suaranya yang lembut. Dan terataipun menerima kedatangan sahabatnya itu dengan gembira.
"Kau terlihat begitu gembira. Bagaimanakah rasanya sinar matahari itu wahai teratai?" Ujar si jamur dengan perasaan ingin tahu di hatinya.
"Rasanya sungguh nyaman sekali sahabatku. Hangat dan menyenangkan."
Terbesit perasaan iri di hati sang jamur. Hangat? seperti apakah rasa itu? aku juga ingin mengetahuinya.
"Hai matahari, bisakah kau membagikan sedikit sinarmu kepadaku? Aku juga ingin merasakan kehangatanmu." Sang jamur mencoba berteriak kepada sang matahari. Akan tetapi, karena ia terletak di tempat yang tertutupi oleh batang kayu tua tersebut, si matahari pun tidak mendengar seruan sang Jamur. Ia tetap asyik memberikan sinarnya kepada yang lainnya.
Sang jamur pun terkulai kecewa. Suaranya tidak sampai kepada sang matahari. Perlahan, mataharipun mulai beranjak pergi dan meninggalkan hutan mereka kembali kepada genggaman gelapnya malam. Sang terataipun mulai terkantuk-kantuk dan bersiap tidur.
"Wahai teratai. Apakah cukup bagimu hanya menikmati hangatnya sinar matahari dalam waktu yang sebentar saja?"
"Ah,,, tentu saja. Aku hanya membutuhkan sinarnya sebentar saja. Hanya untuk membantuku untuk mengolah makananku di dedaunanku ini."
"Apakah kau tidak ingin menikmati sinarnya yang hangat itu berlama-lama?"
"Tidak. Aku tidak membutuhkannya berlama-lama. Karena, aku sudah mempunyai kehidupan dan kebahagiaanku di sini. Di sisi air rawa yang sudah menopang kehidupanku. Tanpa ia, aku tidak akan bisa hidup. Dialah yang kubutuhkan dalam hidupku." ujar teratai seraya memandang air rawa dengan penuh perasaan cinta kasih. Sang rawa hanya tersenyum malu namun bahagia. Lalu ia merengkuh akar sang teratai yang tumbuh di dalam airnya kian lembut.
Mengertilah sang jamur. Sang teratai mencintai si air rawa. Matahari bukanlah cinta yang diinginkan oleh si teratai. Akan tetapi mereka hanya berteman dan saling mendukung satu sama lainnya dalam kehidupan mereka.
Ah,,, andaikan ia juga bisa menemukan sebuah cinta seperti halnya si teratai dan si air rawa. Betapa bahagianya ia. Yang dia punya hanyalah sebuah pohon tua yang sudah mati tempat ia tumbuh tersebut. Ia ingin mempunyai sesuatu yang ia cintai dan mencintainya. Seperti si rawa dan si teratai. Apakah sang matahari bisa menjadi sesuatu yang berharga itu untuknya? Ah,,, sang jamur menggeleng pahit. Tidak mungkin. Rutuknya. Jangankan untuk menjadi sesuatu yang istimewa untuknya. Melihat sosok sang matahari saja ia tidak bisa. Bahkan, hanya sinarnya itupun, tidak pernah bisa ia rasakan.
Hari demi hari pun terus bergulir. Ternyata kerinduan itu tidak bisa menghilang dari hati sang jamur. Sang jamur terus meratapi eksistensinya. Ia hanyalah sebuah jamur, yang tumbuh di tempat yang sunyi. Lembap. Tak terjangkau oleh sinar sang matahari yang semakin hari semakin ia dambakan. Walau ia tahu, kenginannya itu tidak akan bisa terwujud. Akan tetapi setiap hari ia selalu berdoa kepada Tuhan, agar Tuhan setidaknya memperkenan permintaannya untuk dapat merasakan sinar matahari yang indah itu. Akan tetapi, hanya dengan melihat cahaya dari pujaannya itu saja sudah membuatnya bahagia. Walau ia sendiri tidak bisa merasakan hangatnya sinar dari sosok yang bernama matahari itu.
Tuhan mendengar doa yang diucapkan oleh sang jamur setiap harinya. Dan keajaibanpun datang menghampiri. Tuhan mengeluarkan sang jamur dari tempat persembunyiannya ke sebuah ladang yang luas. Di mana sang angin bebas bermain dengan leluasanya dipadang itu. Di mana sang malampun terlihat jelas berselimutkan bintang dan bertahtakan bulan nan elok. Sang jamur pun menjelma sebagai sosok sebuah bunga. Dan ini bukanlah sembarangan bunga seperti bunga-bunga lainnya yang juga mendapatkan sinaran sang matahari. Tetapi, ia adalah sebuah bunga khusus yang mempresentasikan kerinduannya selama ini kepada sang matahari. Sang jamurpun menjelma sebagai bunga matahari.
Wah,,, kok bisa ya, sang jamur berubah menjadi bunga matahari? tentu saja bisa. Bukankah cinta itu sendiri memiliki keajaiban tersendiri oleh sang Pencipta. Apalagi ini hanya cerpen fiksi hohohohoho *ngeyel mode on*
Ketika pagi menjelang. Perlahan namun pasti. Sang jamur yang sudah berubah menjadi bunga mataharipun terbangun oleh perasaan hangat yang merayap sampai ke hatinya. Ketika ia membuka matanya. Sejenak, ia merasa matanya buta oleh kilauan keemasan dari sang matahari. Sang bunga merasa takjub dan dipenuhi oleh kekaguman serta perasaan euforia tiada hentinya takkala ia akhirnya bisa melihat sosok penuh cahaya itu.
Sosok itu sungguh mengagumkan bermandikan cahaya yang menyilaukan, terasa hangat dan penuh cinta. Sang bunga matahari tidak hanya merasa terbutakan oleh kilauan sinarnya yang menakjubkan. Tetapi ia juga terpesona begitu kuatnya kepada sosok matahari yang ada dihadapannya. Inilah sosok sang matahari yang ia rindukan selama ini.
"Oh,,, inikah rasanya kehangatan matahari itu? Begitu kuat, hangat, penuh cahaya, dan mempesona. Berbeda sekali dengan kehidupanku yang dahulu yang begitu kelam dan dingin."
Semenjak itu, dengan semua kekaguman akan nilai keksatriaan yang ia impikan selama ini telah ia dapatkan dalam diri sang matahari. Sang bunga tanpa hentinya terus memandangi si matahari setiap harinya. Dan akhirnya, keberadaannya pun mulai di sadari oleh sang matahari.
Di kala malam menjelang. Dengan perasaan sendu, sang bunga matahari menatap sosok pujaannya semakin lama semakin menghilang di ufuk barat. Kegelapanpun perlahan datang menjelang dan sang rembulanpun muncul mengambil singgasananya di malam itu. Keberadaan sang bulan, hampir terasa tidak begitu disadari oleh sang bunga matahari. Karena sinarnya yang sang lembut, bagaikan dunia mimpi. Sosoknya tenang terkadang tersembunyi awan yang nakal menutupi pandangan sang rembulan. Berbeda dengan sosok perkasa sang matahari. Walaupun sang awan terkadang bermain dengannya, akan tetapi sinarnya yang begitu terang memancarkan kehangatan yang terasa menembus dirinya.
Dan begitulah hari-hari baru yang di alami oleh si bunga matahari. Setiap pagi, ia selalu menyambut kedatangan pujaan hatinya dengan wajah yang riang. Dan takkala malam tiba, ia tertidur nyenyak dibawah lembutnya sinar rembulan. Yang diam-diam mengamatinya dari kejauhan.
Perasaan bahagia yang dirasakan oleh bunga matahari, membuat dirinya pun mekar dengan kelopak gaunnya yang bewarna kuning cerah. Secerah warna pujaannya yang bewarna keemasan yang memukau. Ia mekar dengan begitu indah dan mengembangkan gaunnya dengan keanggunan yang mempesona. Dia mekar hanya untuk pujaan hatinya. Semuanya hanya untuk sang matahari. Walau terkadang ada kalanya sang matahari memancarkan sinarnya terlalu garang sehingga tak ayal lagi membakar kelopak sang bunga. Akan tetapi si bunga matahari tidak peduli dengan guratan-guratan luka di kelopaknya yang disebabkan oleh sinar matahari yang tajam menghujamnya. Ia tetap berdiri kokoh dengan senyuman penuh cinta menghiasi wajahnya. Dedaunannya selalu terjulur tanpa lelah ke arah sang matahari, seolah-olah ingin menggapainya. Dan ia selalu mengikuti kemana arah sang pujaan hatinya bergerak sampai akhirnya sang mataharipun beranjak keperaduannya dan kemudian digantikan oleh sang rembulan.
Selama sang matahari tidak tampak, selama itu pula sang bunga tertunduk layu. Berharap waktu cepat bergulir sehingga besokpun ia bisa kembali melihat pujaannya. Di dalam tidurnya itu, diam-diam sang rembulanpun jatuh cinta kepada sang bunga. Ia melihat guratan demi guratan luka yang tergores di mahkotanya yang berwarna kuning mempesona itu. Akan tetapi, lebih dari itu. Ketegaran sang bunga matahari yang hanya menatap sang matahari tanpa mempedulikan yang lainnya itulah membuatnya mencintai sang bunga. Karena itukah sang bunga di beri nama, bunga matahari, sehingga yang ia cintai hanyalah sosok agung si matahari?
Tanpa sepengetahuan sang bunga. Sang rembulan mengumpulkan titik-titik air yang beterbangan di malam itu dengan cahayanya yang lembut lalu kemudian mengubah titik-titk air yang dingin itu menjadi tetesan embun yang ia gunakan untuk mengobati luka bakar dikelopak sang bunga yang disebabkan oleh panasnya cahaya sang matahari. Ketika pagi menjelang, sang bunga pun terjaga dengan perasaan segar oleh embun yang dikumpulkan oleh sang bulan di malam harinya. Sang bunga matahari pun kembali menyambut sinar kekasihnya dengan senyuman penuh cinta dan mengikuti arah sang matahari kemanapun ia pergi dan akhirnya tenggelam.
Tanpa ia sadari, waktupun mengikis kehidupan sang bunga matahari perlahan-lahan. Kelopak gaunnya tidaklah seindah yang dahulu. Seperti disaat ia mekar untuk pertamakalinya. Gaunnya yang kini berwarna kuning kusam itu penuh dengan guratan luka yang ia dapatkan selama perjalanan hidupnya bersama sang matahari. Walaupun begitu, sang matahari tidak sekalipun membawanya pergi ke sisinya dan menyambut uluran tangan dari sang bunga. Matahari terlalu sibuk untuk menyapa dan membagikan cahayanya kepada yang lainnya. Sehingga terkadang ada kalanya sang matahari tidak menyapa sang bunga dan lebih memilih menyembunyikan dirinya di balik awan-awan yang berwarna gelap menggantung.
Akan tetapi, sang bunga tetap bertahan menanti sang pujaan hatinya untuk keluar dari persembunyiannya. Di tengah derasnya hujan yang diturunkanoleh sang awan, sang bunga matahari tetap berdiri kokoh dengan batangnya yang kini menjulang semakin tinggi. Berharap dedaunannya kelak bisa menyentuh hati sang matahari.
Akan tetapi, waktupun menjawab penantian sang bunga. Ia tidak lagi bisa berdiri sekokoh seperti dahulu. Kelopaknya pun mulai berguguran satu persatu. Sang matahari tetap tidak menyambut uluran tangannya. Ia selalu datang dan pergi seperti biasanya. Meninggalkan sebuah senyuman yang hangat untuk sang bunga akan tetapi tidak pernah menangkap hati sang bunga. Dan hati sang bunga pun sekarang hancur. Seperti harapannya yang turut gugur bersama helaian kelopaknya yang berjatuhan ke tanah.
Sang bunga matahari mulai menutup dirinya dan menangis tersedu-sedu. Walau ia tetap memberikan senyumannya yang terlembut, tak kala matahari datang menyapanya. Akan tetapi ia langsung menangis rapuh takkala matahari beranjak pergi. Ia ingin tetap terlihat tegar dan kuat di hadapan sosok yang ia cintai itu. Walaupun sebenarnya ia sudah hancur, rapuh dan sekarat. Tanpa diketahui oleh sang matahari.
Hanya bulan yang menyaksikan semua kesedihan dan luka yang dialami oleh sang bunga matahari. Dengan sabar, ia terus mengumpulkan embun yang ia dapat dan mengoleskannya ke sang bunga matahari dengan lembutnya. Sang bunga pun tersentak. Tersadar, dengan kelembutan dari sang rembulan yang selama ini tidak begitu ia pedulikan. Karena selama ini ia hanya menyadari sinar dari sang matahari yang begitu kuat, begitu hangat, begitu menyilaukan walaupun terkadang menyakiti dirinya. Berbeda dengan sang rembulan, sinarnya begitu lembut, menenangkan dan penuh kasih. Sinar yang selalu membuainya tak kala ia tidur ditengah kegelapan malam. Dan menyelimutinya dengan lembut bagaikan sutera yang halus.
"Wahai bulan,,, kenapa kau memperlakukanku begitu lembutnya? sadarkah engkau, aku adalah bunga matahari. dan selamanya, aku hanya akan melihat sang matahari."
Sang bulanpun tersenyum lembut kepada sang bunga matahari. "Wahai sang bunga matahari. Engkau telah menamakan dirimu dengan nama dia yang kau cintai, menyatakan dirimu adalah bagian darinya. Dan selalu mengikutinya dengan pandangan matamu yang lembut dimanapun ia berada. Dan dengan lenganmu yang rapuh tetapi kokoh itu, terus berusaha menggapai sambutan dari matahari yang kau puja. Akan tetapi, ketika sang matahari tetap egois membagikan sinarnya kepada yang lain, tidak hanya untukmu, kau dengan sabar selalu menatapnya penuh cinta. Dan begitupun denganku, wahai bunga matahari. Aku begitu merindukan sebuah bunga yang menginginkan eksistensinya hanya untuk diriku. Bunga yang selalu memandang lembut kepadaku, walaupun sinarku ini begitu lemah dan tidak dirasakan oleh yang lainnya seperti sinar matahari yang mampu membuat yang lainnya berpaling memandang cahayanya yang menyilaukan. Aku mencintai caramu mencintai matahari. Kesetiaanmu, ketabahanmu, ketegaranmu dan kesabaranmu untuk menunggu sang matahari untuk kembali bersinar keesokan harinya. Walaupun kau tahu, bahwa sinar kekasihmu itu tidak hanya untukmu. Tapi kau selalu tersenyum penuh cinta menyambut kedatangannya. Aku mencintai caramu mencintai sang matahari,,, walau aku tahu. Bahwa keberadaan dirimu, hanyalah untuknya. Jadi, hanya inilah yang dapat aku lakukan untukmu, wahai bunga matahari yang penuh cinta. Mengobati luka-lukamu takkala sinar matahari menyakiti kelopakmu yang rapuh. Memberikanmu sinar ku yang lembut takkala kau tertidur sehingga aku tetap bisa melihatmu tersenyum ditengah kedamaian tidurmu. Aku mencintaimu, sebagaimana kau mencintai sang matahari. Dengan sepenuh jiwamu."
Sang bunga matahari tersadar akan kebodohnnya, yang telah terbutakan oleh cinta yang dia inginkan sehingga ia tidak pernah menyadari ada sebuah cinta yang sebenarnya ia butuhkan yang telah menjaganya selama ni. Seperti kisah cinta sahabatnya si bunga teratai dengan si air rawa.
Dan ia juga menyadari permintaannya yang egois kepada Tuhan. Selama ini ia selalu menginginkan sebuah cinta sebagaimana yang ia inginkan dari dahulunya.
Ternyata, tak selamanya apa yang ia inginkan itu adalah hal yang ia butuhkan. Tak selamanya juga, apa yang ia inginkan adalah merupakan hal yang terbaik di dalam hidupnya. Yah,,, selama ini ia begitu menginginkan cinta dari sang matahari, akan tetapi ternyata yang ia butuhkan adalah sentuhan lembut penuh kelembutan dari sang rembulan. Bukannya sentuhan penuh gelora yang membakar dirinya perlahan-lahan.
Diiringi isak tangis sang bunga matahari, ia pun memohon kepada Tuhan. Berikanlah ia, apa yang ia butuhkan untuk hidupnya, bukan sesuatu yang ia inginkan seperti yang selama ini yang ia kira. Tuhanpun tersenyum, bahwa bunga yang Dia sayangi telah menyadari kebodohannya dan keegoisannya selama ini. Kemudian, Tuhanpun menyentuh lembut sang bunga matahari dan mengubahnya menjadi sesosok bunga anggrek bulan yang bermahkotakan gaun putih yang tak kalah indahnya dengan gaunnya yang terdahulu. Seperti cahaya sang rembulan yang bewarna putih keperakan yang mempesona. Semenjak itu, sang bunga anggrek bulan selalu menari dengan anggunnya ditemani oleh lembutnya sinar sang rembulan yang akan selalu menjaga dirinya.
11 November 2010
Created by : Miaw,,,