Sabtu, 21 Februari 2009

Sesuatu Yang Bernilai

Aku menyeka keringatku yang bercucuran dengan telapak tanganku. Suamiku melihat sekilas kearahku. Sesekali ia melempar senyuman geli melihat aku sudah mulai kelelahan menyusul langkah larinya.

Minggu pagi ini, adalah minggu pagi pertama kami lari jogging bersama semenjak pernikahan kami yang diadakan seminggu yang lalu.

“Ricky, aku sudah tidak kuat lagi. Bisakah kita istirahat sebentar?” Akhirnya aku menyerah. Aku memang tidak terbiasa melakukan olahraga lari karena waktuku habis melakukan hobiku yang lain. Selain itu, aku memang tidak mempunyai hobi berolahraga, kecuali catur hehehehe. Berbeda dengan suamiku tercinta. Semenjak ia kuliah dahulu, ia memang menjaga kesehatannya dengan rajin berolahraga. Termasuk jogging ini. Oleh karena itu tidak heran, tidak ada wajah letih yang menghiasi wajahnya yang tampan. Semenjak kami menikah, ia mulai mengubah pola hidupku yang kurang sehat dengan berolahraga. Aku sih asyik-asyik aja, soalnya selama dia yang menemaniku berolahraga aku akan berolahraga dengan penuh semangat^^

Aku mengambil duduk disalah satu kursi ditaman itu. menghirup udara pagi yang dingin dengan paru-paruku yang terasa lelah. Seraya meregangkan kakiku yang terasa pegal, Ricky mengangsurkan minuman mineral yang dibawanya.

“Thanks…” Ujarku

Suamiku hanya tersenyum lembut. Ia memang pendiam. Jarang berbicara, apalagi mengatakan kata-kata yang romantis padaku.tapi, dibalik sikapnya yang dinilai oleh orang lain dingin itu, aku bisa merasakan cinta yang tulus dibalik tatapan matanya yang selalu memandangku dengan lembut, dibalik senyumannya yang selalu tersenyum manis menghadapi kerewelanku. Aku sangat mencintainya, tapi sebagai wanita, terkadang aku juga menginginkan tindakan yang romantis dari kekasihnya. Tapi, yah begitulah Ricky. Walau dia tidak romantis tapi aku tahu, dia sangat mencintaiku.

Keringatku masih mengalir deras diujung dahi dan pipiku. Sebelum aku mengelap keringatku dengan handuk kecil yang melingkar dileherku, tiba-tiba Ricky mengeluarkan sebuah sapu tangan lalu ia menyeka keringat didahiku dengan saputangan itu. ujung ekor mataku mengikuti kearah saputangan itu. Saputangan itu terlihat sudah begitu usang, karena warna birunya terlihat sudah pudar dan kusam. Aku merasa mengenal saputangan itu, tapi yang keluar dari mulutku adalah sebuah kalimat yang mengkasihani saputangan suamiku itu.

“Sayang… sepertinya saputangan ini sudah kusam dan menyedihkan bentuknya. Kenapa kau masih memakai saputangan itu? oh, aku sungguh istri yang buruk, tidak memperhatikan engkau. Baiklah. Besok aku akan berbelanja membelikan engkau saputangan yang baru…”

Aku mengambil saputangan itu dari tangan Ricky. Hendak membuangnya. Tapi dengan gerakan lembut Ricky menahan tanganku.
“Jangan…” Ujarnya lembut.

Aku memandang heran kearahnya. “Kenapa?”

Dia menggenggam tanganku bersama saputangan itu dengan sebelah tangannya, sedangkan tangannya satu lagi membelai rambutku sekilas. “Apakah menurutmu saputangan itu adalah sebuah saputangan yang sudah usang dan terlihat tidak bernilai?”

Aku mengangguk pelan dalam kebingunganku. Kenapa dia bertanya seperti itu?. Apakah saputangan ini sangat berharga bagimu?”

Dia mengangguk, lalu tertawa seakan-akan pertanyaanku itu sebuah lelucon yang lucu. “Apakah kau tidak ingat sayang?” Ujarnya tak lama kemudian, “itu adalah saputanganmu milikmu dulu yang kau berikan kepadaku …”

Aku mengamati saputangan yang kusam dan terlihat kucel itu ditanganku. Aku terkesiap. Sebuah memori masa lalu kembali berputar diotakku. Ya… aku mengenal saputangan ini. Ini adalah saputanganku dulu. Saputangan yang kuberikan ke Ricky waktu kencan pertama kami dahulu. Kira-kira 6 tahun yang lalu. Waktu itu tangan Ricky tidak sengaja terluka. Aku yang sifatnya panikan langsung membalut lukanya dengan saputangan yang aku bawa waktu itu. keesokannya, Ricky mengembalikan saputangan itu setelah ia cuci bersih. Tapi dengan setengah bergurau aku berkata. “Saputangan itu, untukmu saja. Aku masih punya saputangan yang lain…”

Aku mengerjapkan mataku berkali-kali. Tidak percaya, dia masih menyimpan saputangan yang kusangka sudah ia buang entah kemana atau hilang atau… entahlah. Yang pasti, aku sendiri tidak pernah memikirkan si saputangan biru itu lagi. Ternyata Ricky masih menyimpannya samapi sekarang.

“Maaf ya, saputangan ini sudah terlihat kusam dan warna birunya sudah tidak sebagus ketika kau memberikannya padaku. Karena sering aku cuci dan aku pakai, makanya warnanya jadi pudar seperti ini…”

Aku menggeleng dengan menahan rasa haru yang membuncah didadaku. “kan, sudah jelek begini, kenapa tidak kau buang? Aku bisa memberikanmu yang baru lagi”.

Ricky tersenyum lembut. “Mungkin, bagimu ini hanyalah sebuah saputangan yang sudah tua, kusam dan tidak ada nilainya. Tapi, bagiku, saputangan ini sangat berharga dan sangat bernilai bagiku. Saputangan ini menyimpan kenangan sewaktu kau mengkhawatirkan tanganku ketika terluka dulu. Saputangan ini selalu mengingatkan aku, bahwa kau sangat peduli denganku, bahwa kau mencintaiku…”

Tanpa terasa aku menangis terharu seraya memeluk lehernya yang kokoh. Saputangan yang sesaat sebelumnya kuanggap tidak bernilai, tiba-tiba memiliki nilai yang begitu tinggi.

“Kau romantis juga.” Ujarku tertawa kecil. Ricky ikut tertawa lepas mendengarnya.


Hari itu, aku mendapat pelajaran dari sebuah hal yang sederhana mengenai caraku memandangi hidup. Kendati saputangan itu memiliki nilai yang sangat tinggi di mata suamiku, tetapi di mata orang lain mungkin saputangan itu hanyalah sebuah saputangan biasa yang tidak ada nilai apa pun. Orang lain akan tetap menganggapnya sebuah saputangan yang kumuh, kusam dan tidak ada nilainya.

Tidak bernilai bagi seseorang bisa dianggap bernilai oleh orang lain. Sebaliknya, bernilai bagi seseorang bisa dianggap tidak bernilai oleh orang lain.

Kesimpulannya, bernilainya dan tidak bernilainya sesuatu, dua-duanya merupakan produk dari "pikiran" kita sendiri.

Sebagaimana kita memandangi hidup demikianlah nilai kehidupan yang kita jalani. Hidup menjadi berarti, bermakna, karena kita memberikan arti kepadanya, memberikan makna kepadanya dan menghargai kenangan yang kita alami dan bersyukur setiap peristiwa yang kita alami.

Bagi mereka yang tidak memberikan makna, arti, dan tidak adanya sikap menghargai dan mensyukuri atas apa yang ada, hidup ini hanya ibarat lembaran kertas yang kosong dan tiada arti.

Hargailah dan bersyukurlah, berikanlah makna dan arti apa yang ada didalam hidupmu. Maka sesuatu yang awalnya kau anggap tidak bernilai ternyata menyimpan nilai yang sangat berharga dalam hidupmu.

By: miaw^^

4 komentar:

  1. hi mia, trima kasih sudi singgah di blog mba. sungguh bermakna tulisan diatas itu. manusia sering terlupa, terleka, mujur ada yg mau mengingat kan nya.

    BalasHapus
  2. good story inspiring me about my life especially for the ones who i care about

    BalasHapus
  3. jangan melupakan hal-hal yang kecil-kecil karena dari hal yang kecil itulah sesungguhnya sesuatu yang besar sedang dibangun....(semuanya tetap bernilai karena tiada yang tidak berharga di hadapan-Nya)

    BalasHapus
  4. cerita berhikmah ciee..tp dibumbui romansa gt, khas cewek :D

    BalasHapus

Mohon berbahasa yang sopan (boleh melawak asal sopan)dan tidak melenceng dari postingan atau memuat iklan. Komentar yang dianggap ga pantas akan di hapus oleh admin Tora^^

Thanks